Menyimak foto-foto Leopard 2SG AD Singapura yang berbaris gagah dalam
parade National Day Singapura memang mampu membuat hati berdecak kagum.
Bagaimana tidak, Leopard 2SG dimodifikasi secara modular oleh
Deisenroth Engineering. Singapura juga sudah memiliki doktrin
keterpaduan kavaleri-infantri yang matang, dimana pada level terkecil
satu seksi tank (2 Leopard) akan mengawal 1 peleton infantri mekanis (3
Bionix ICV). Pemasangan BMS (Battlefield Management System) yang sesuai
dengan konsep 3G Soldier juga sudah selesai, sehingga Leopard 2SG bisa
berbicara dengan Bionix IFV, Terrex, dan bahkan prajurit infantri
melalui serangkaian peta digital dan sistem penanda kawan-lawan. Tapi
dibalik sosoknya yang gagah, pada awal kedatangannya Leopard 2SG justru
dihadapkan pada sejumlah kendala. Kisah tersebut ARC peroleh dari
penuturan salah satu instruktur Kavaleri TNI AD yang baru kembali dari
crash course di Singapura.
Sejumlah kendala krusial yang dihadapi oleh Kavaleri AD Singapura saat pertama kali mengoperasikan Leopard 2 justru datang dari alam dan medan operasinya sendiri. Kondisi wilayah Asia Tenggara yang tergolong beriklim tropis dengan tipikal kelembapan dan suhu tinggi menyebabkan seringnya perangkat elektronik di Leopard mengalami error, belum lagi pengembunan yang ditandai munculnya titik-titik air di berbagai tempat dalam kompartemen tempur Leopard. Sementara Singapura yang berwujud negeri kota, jalan raya justru memberikan tantangan tersendiri. Penggunaan rem jadi lebih sering karena tank harus lebih banyak berbelok mengikuti arah jalan. Kampas rem tentunya jadi lebih tipis, dan ganti kampas rem....mahal, bahkan untuk hitungan negara kaya seperti Singapura.
Berangkat dari tantangan tersebut, Singapura menerapkan sejumlah jurus jitu untuk mengatasinya. Pemasangan ECU (Environmental Control Unit) atau AC jadi solusi untuk mengatasi kelembapan tinggi. Sementara itu, Leopard 2SG mendapat perkuatan pada kaki-kaki dan sistem suspensi, berikut pemasangan kampas rem yang lebih tebal. Pengemudi Leopard 2 Singapura juga dilatih untuk menggunakan pengereman melalui engine brake, yaitu dengan menurunkan rasio gigi transmisi, persis dengan pembaca yang menurunkan gigi pada saat hendak mengurangi kecepatan.
http://arc.web.id/artikel/57-hankam/480-mengintip-leopard-2sg-ad-singapura.html
Sejumlah kendala krusial yang dihadapi oleh Kavaleri AD Singapura saat pertama kali mengoperasikan Leopard 2 justru datang dari alam dan medan operasinya sendiri. Kondisi wilayah Asia Tenggara yang tergolong beriklim tropis dengan tipikal kelembapan dan suhu tinggi menyebabkan seringnya perangkat elektronik di Leopard mengalami error, belum lagi pengembunan yang ditandai munculnya titik-titik air di berbagai tempat dalam kompartemen tempur Leopard. Sementara Singapura yang berwujud negeri kota, jalan raya justru memberikan tantangan tersendiri. Penggunaan rem jadi lebih sering karena tank harus lebih banyak berbelok mengikuti arah jalan. Kampas rem tentunya jadi lebih tipis, dan ganti kampas rem....mahal, bahkan untuk hitungan negara kaya seperti Singapura.
Berangkat dari tantangan tersebut, Singapura menerapkan sejumlah jurus jitu untuk mengatasinya. Pemasangan ECU (Environmental Control Unit) atau AC jadi solusi untuk mengatasi kelembapan tinggi. Sementara itu, Leopard 2SG mendapat perkuatan pada kaki-kaki dan sistem suspensi, berikut pemasangan kampas rem yang lebih tebal. Pengemudi Leopard 2 Singapura juga dilatih untuk menggunakan pengereman melalui engine brake, yaitu dengan menurunkan rasio gigi transmisi, persis dengan pembaca yang menurunkan gigi pada saat hendak mengurangi kecepatan.
http://arc.web.id/artikel/57-hankam/480-mengintip-leopard-2sg-ad-singapura.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar